Showing posts with label ULMWP. Show all posts
Showing posts with label ULMWP. Show all posts

APAKAH DALAM IBADAH PASKAH KEBANGKITAN YESUS KRISTUS PADA 17 APRIL ADA YANG BERDOA DI MIMBAR UNTUK PAPUA MERDEKA, ULMWP, TPN-PB, KNPB?

Refleksi Paskah 17 April 2022 

Oleh Gembala DR. A G. Socratez Yoman,MA

Sekitar 8 tahun lalu, ada anggota jemaat salah satu gereja di Tanah Papua protes pada saat seorang pendeta sedang berdoa Syafaat atau doa Penggembalaan. 

Anggota jemaat ini mengikuti doa pendeta dari awal bahwa pendeta ini dari mimbar gereja berdoa meminta kepada Tuhan untuk memberkati pemerintah dari pusat sampai pemerintahan terkecil di desa-desa dan aparat keamanan. 

Tapi, anggota jemaat ini tidak mendengarkan dalam doa pendeta ini meminta kepada TUHAN Yesus untuk memberkati Papua Merdeja, ULMWP, TPN-PB, KNPB.  

Pendeta ini hampir selesai doa dan mendekati kata "AMIN", anggota jemaat ini berdiri dan protes pendeta ini dengan nada menyesal. 

"TUHAN, saya minta jangan dengarkan dan kabulkan doa ini. Karena pendeta ini salah berdoa. Karena, pendeta ini tidak adil. Pendeta mendoakan penguasa Indonesia dan aparat keamanan yang selama ini membunuh umat Tuhan, orang asli Papua di Tanah ini" 

"TUHAN, saya tidak setuju dengan doa pendeta ini, karena pendeta ini tidak mendoakan Papua Merdeja, ULMWP, TPN-PB, KNPB." 

"TUHAN, saya rindu dan harapkan supaya pendeta ini bertobat supaya dia berdoa juga untuk para pejuang Papua Merdeka. Karena mereka juga umat Tuhan yang perlu didoakan dan digembalakan." 

"TUHAN, pendeta ini juru bicara pemerintah dan TNI-Polri di mimbar suci dan kudus. TUHAN, pendeta ini ikut memelihara kekerasan dan kejahatan kemanusiaan di Tanah Papua." 

:TUHAN, pendeta ini berfikir dan berbicara seperti aparat keamanan TNI-Polri yang biasanya memusuhi para pejuang Papua Merdeka, ULMWP, TPN-PB, KNPB." 

Menurut saya, protes anggota jemaat BENAR. Saya setuju dengan dia. Kita harus adil karena semua umat TUHAN. Kita HARUS akhiri KEPALSUAN kesadaran dalam gereja-gereja Tuhan di Papua. 

Saya berharap, ada pendeta dan gembala dan Pastor yang berdoa untuk Papua Merdeka, ULMWP, TPN-PB, KNPB pada saat ibadah Hari Paskah pada Minggu, 17 April 2022. 

Para pendeta, gembala dan pastor harus membebaskan diri dari demam penjara ketakutan. 

Akhirnya, saya sampaikan: 

SELAMAT PASKAH DALAM DEMAM PENJARA KETAKUTAN DI MIMBAR-MIMBAR KRISTEN DI TANAH PAPUA. MIMBAR YANG MEMBELENGGU ORANG ASLI PAPUA DI ATAS TANAH LELUHUR MEREKA. MIMBAR YANG MEMPERKOKOH KEKERASAN DAN KEJAHATAN NEGARA. MIMBAR YANG MENDUKUNG PENJAJAHAN INDONESIA DI TANAH PAPUA. GEREJA YANG BELUM MENGERTI TUGAS UTAMANYA, YAITU MENGGEMBALAKAN UMAT TERTINDAS DAN TERPINGGIRKAN. 

Semoga MATA ROHANI TERBUKA melalui tulisan ini. 

Waa....Waa....Kinaonak. 

Ita Wakhu Purom, 17 April 2022 

======== 

1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. 
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota: Konferensi Gereja-Gereja⁰ Pasifik (PCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).

WPCC Tentang KOMNAS HAM NKRI DAN DIALOGUE

POSISI DEWAN GEREJA PAPUA (WPCC) TENTANG PENYELESAIAN KONFLIK VERTIKAL INDONESIA-PAPUA SEBAGAI BERIKUT: 

1. KOMNAS HAM RI harus Mendukung penyelesaian 4 akar persoalan Papua yang sudah dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 

2. KOMNAS HAM RI harus mendukung pernyataan Presiden RI, Ir. Joko Widodo pada 30 September 2019 untuk bertemu dengan kelompok pro-Referendum. 

3. KOMNAS HAM RI harus mendukung kunjungan Komisi HAM PBB ke Papua sesuai dengan desakan 84 Negara, Uni Eropa dan Pakar HAM PBB. 

4. Dewan Gereja Papua (WPCC) dalam Seruan Moral, 20 Maret 2022 dapat menilai langkah-langkah KOMNAS HAM imi ditempuh dalam rangka politik PENCITRAAN Negara Indonesia." Maka Dewan Gereja Papua mendesak KOMNAS HAM RI harus mendukung sikap resmi Dewan Gereja Papua (WPCC), dalam Seruan Moral 20 Maret 2022, sebagai berikut: 

"Untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan di Tanah Papua, kami tetap KONSISTEN mendesak dilakukannya Dialog antara Pemerintah Indonesia dengan ULMWP (United Liberation Movement for West Papua), seperti yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam penyelesaian konflik Aceh. 

5. Surat Gembala Dewan Gereja Papua (WPCC) pada 5 Februari 2021, sebagai berikut: 

"Presiden Jokowi, pada tanggal 30 September 2019, sudah berjanji di depan media masa di Jakarta bahwa pihaknya ingin bertemu dengan 'kelompok pro referendum Papua'. Sehingga kami percaya bahwa Indonesia/Jakarta pada akhirnya akan berunding dengan ULMWP. Melalui surat ini kami menagih janji tersebut." 

6. Pada 26 Agustus 2019, Dewan Gereja Papua (WPCC) juga meminta untuk KEADILAN dari Pemerintah Republik Indonesia atas masalah Papua seperti yang ditunjukkan kepada GAM di Aceh. Wakil Presidem Yusuf Kalla secara aktif mendorong dialog dengan GAM yang dimediasi pihak internasional, sementara ULMWP diberikan stigma KKB yang diperhadapkan dengan pendekatan militer. Oleh karena itu, kami menuntut Pemerintah Indonesia berdialog dengan ULMWP yang dimediasi pihak ketiga yang netral." 

7. Dewan Gereja Papua (WPCC) dalam Surat Gembala pada tanggal 13 September 2019, sebagai berikut: 

"Mendesak Pemerintah Indonesia segera membuka diri berunding dengan ULMWP sebagaimana Pemerintah Indonesia telah menjadikan GAM di ACEH sebagai Mitra Perundingan yang dimediasi pihak ketiga; sebagai satu-satunya solusi terbaik untuk menghadirkan perdamaian yang permanen di Tanah Papua, sesuai dengan Seruan Surat Gembala yang pada tanggal 26 Agustus yang telah dibacakan dan diserahkan langsung kepada Panglima TNI dan KAPOLRI di Swiss-Bell Hotel Jayapura. 

KOMNAS HAM RI harus mendukung Perundingan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan ULMWP yang dimediasi pihak ketiga yang netral seperti GAM Aceh-RI di Helsinki pada 15 Agustus 2005. 

Posisi Dewan Gereja Papua (WPCC) jelas, maka atas dasar arahan dan petunjuk Moderator Dewan Gereja Papua, Pdt. DR. Benny Giay, maka Dewan Gereja Papua tidak akan ada pertemuan dengan KOMNAS GAM RI. 

Terima kasih 

Jayapura, 1 April 2022 

Gembala DR. Socratez Yoman 

========= 

1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. 
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota: Konferensi Gereja-Gereja⁰ Pasifik (PCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).

The West Papuan Council of Churches have released a statement today


The West Papuan Council of Churches have released a statement today demanding that the Indonesian government listen to the voices of the West Papuan people and stop plans for expansion of provinces in Papua which they believe will only lead to further marginalisation of Indigenous Papuans and more conflict. They also condemned the recent response of the Indonesian government to the letter from UN Special Rapporteurs who expressed their concern on the urgent humanitarian situation in West Papua. Their statement expressed condolences for victims of violence of the Security forces and from the TPNPB and recommended that the UN High Commissioner for Human Rights should visit West Papua as soon as possible.
On the issue of dialogue currently proposed by the National Human Rights Commission between the government and the TPN-PB the WPCC recommended that before any steps are taken towards Dialogue the Government needs to ensure that: 1. All military are withdrawn from Papua; 2. Over 60,000 people who have been displaced due to conflict can return to their homes; 3. A stop to all legal process against Haris Azhar and Fatia Maulidiyanti and the criminalization of other human rights activists in Indonesia who are fighting for human rights in Papua; 4. Any dialogue should have the support of Papuan civil society.
Finally the WPCC propose that the government of Indonesia should start steps towards holding dialogue with the ULMWP.

Doa dan Puasa 1 – 10 Februari 2022 diadakan Khusus untuk ULMWP Menjadi Anggota Penuh MSG


Pada tahun lalu, khususnya pada 1 Juni – 10 Juli 2021 telah dilakukan Doa dan Puasa yang sama, yaitu dalam rangka mengundang intervensi Allah dalam menggolkan lamaran United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk menjadi anggota penuh dari Melanesian Spearhead Group (MSG).

Doa dan Puasa dengan tujuan yang sama telah dilakukan berakhir tanggal 10 Februari 2022, dan diawali tanggal 1 Februari 2022. Agenda doa masih sama, yaitu mendesak Tuhan Allah untuk Ketua MSG mensahkan West Papua menjadi anggota penuh MSG.

Oleh karena itu

dasar argumen kali ini ialah bahwa perjuangan bangsa Papua dilakukan atas dasar gambar dan peta Allah yang telah ditetapkan dalam Alkitab, secara khusus Kejadian Pasal 1, dan Pasal 2, di mana Allah menciptakan segala-sesuatu menurut kodratnya, dan setelah itu Allah menciptakan manusia menurut “gambar” dan “rupa” Dia, menurut “peta” dan “teladan” Dia, da menempatkan manusia itu menurut suku, bangsa dan ras di muka Bumi, di tanah leluhur, di pulau masing-masing.

  1. mengatakan bahwa pulau New Guinea adalah bagian dari kepulauan Nusantara Melayu Indonesia adalah melanggar “peta” dan “teladan” Allah sendiri;
  2. mengatakan bahwa orang ras Melanesia di pulau New Guinea sebagai bagian sebangsa dari bangsa Melayu-Indonesia ialah pelanggaran terhadap “peta” dan “teladan” Allah yang menempatkan kita berbeda-beda di tempat kita masing-masing

Dengan dua dasar ini, maka kita telah menyatakan bahwa

  1. Pulau New Guinea ialah bagian dari rumpun kepulauan Melanasia, mulai dari kepulauan Raja Ampat sampai kepulauan Wallis-Futuna; dan
  2. Bangsa Papua ialah ras Melanesia, bagian dari saudara-saudara lain di kawasan Melanesia yang bergabung di dalam MSG.

Dengan dasar itu, maka segala kuk perhambaan, kuk pernjajahan, ikatan-ikatan, sumpah-sumpah, keputusan-keputusan dan ucapan-ucapan entah sengaja atau pun tidak, yang mengikat dan membelenggu bangsa Papua dan pulau New Guinea dari “peta” dan “teladan” Allah ialah pelanggaran Hukum Kodrat Allah yang harus dihapuskan dalam Nama Yesus Kristus, dengan kuasa darah Yesus Kristus.

Ada satu peristiwa menarik yang terjadi pada sehari sebelum penutupan puasa kali ini ialah bahwa pada tanggal 9 Februari 2022, Allah berbicara bahwa pintu pertama untuk mendatangkan pembebasan dari kuk ini ialah bagi orang Papua untuk

  1. Mendoakan dan mengajukan petisi pengampunan Allah bagi orang-orang Kristen di seluruh Indonesia;
  2. Mendoakan dan mengajukan petisi pengampunan Allah bagi hamba-hamba Tuhan Indonesia, seperti Pdt. Daud Tony, Pdt. Gilbert Lumoindong, Pastor Joshua, Pdt. Nico R. Pdt Dr Stephen Tong, dan pendeta Katolik Romo;
  3. Mendoakan dan mengajukan petisi pengampunan Allah bagi geereja-gereja di Indonesia, terutama Persekutuan Gereja-Gereja Injili, Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta, Persekutuan Gereja Katolik (Keuskupan Agung) dan para pejabat gereja Ketua Sinode, Uskup, Pimpinan Klasis dan Wilayah di seluruh Indonesia

agar Allah mengampuni mereka atas kesalahan mereka tidak berpikir menurut “peta” dan “teladan” Allah, tidak berbicara membela “peta” dan “teladan”, dan tidak pebuat apa-apa menentang perusakan dan pembasmian “peta” dan “teladan”:

  1. bahwa tidak menyatakan secara jujur bahwa bangsa Papua bukan bangsa Indonesia, dan tanah Papua tidak setanah air dengan Indonesia ialah sebuah kesalahan orang Kristen Indonesia secara umum, hamba-hamba Tuhan dan gereja-gereja di Indonesia secara khusus;
  2. bahwa menganggap sebuah fakta sejarah yang harus diterima tanpa macam-macam atas sejarah dan menganggap sah pendudukan NKRI atas wilayah West Papua ialah sebuah penjajahan yang harus dihapuskan ialah sebuah pemikiran yang tidak sesuai dengan kebenaran;
  3. bahwa menganggap sebuah kewajaran dan tidak berbicara atu bertindak menentang ujaran dan perlakuan rasis terhadap bangsa Papua, yang mayoritas beragama Kristen ialah merusak dan merendahkan martabat ciptaan Allah menurut “peta” dan “teladan” Allah sendiri ialah sebuah kesalahan fatal;
  4. bahwa mendiamkan dan tidak berbuat apa-apa atas pembunuhan orang Papua dengan alasan pembasmian mayoritas orang Kristen dalam rangka penyebaran agama Islam dengan kleim NKRI sebagai negara islam terbesar di dunia ialah sebuah dosa para orang Kristen Indonesia dan gereja-gereja dan para hamba-hamba Tuhan;

Terutama sekali para hamba-hamba Tuhan yang sering berkoar-koar di media Online, mereka sengaja menyembunyikan pesan-pesan Allah secara khusus untuk Tanah Papua dan Bangsa Papua, dan ini ialah sebuah perbuatan melanggar perintah Allah.

Oleh karena itu, dalam petisi ini, kami doakan kepada Allah, lewat Darah Yesus Tuhan dan Juruselamat,

  1. agar mengampuni dosa dan salah orang Kristen di seluruh Indonesia;
  2. agar mengampuni dosa dan salah para hamba Tuhan di seluruh Indonesia;
  3. agar mengampuni gereja dan para pejabatnya di seluruh Indonesia

Kami berdoa Tuhan

  1. Kiranya Engkau mengampuni mereka semua, baik orang Kristen pada umumnya, dan secara khusus hamba-hamba Tuhan dan para pejabat gereja, lebih khusus lagi para hamba Tuhan yang sering berpura-pura datang ke Tanah Papua yang meneriakkan “Dalam Tuhan Kita Bersaudara…” padahal mereka tahu bahwa negara mereka sedang menyebut orang Papua dengan nama hewan dan memperlakukan mereka tidak seperti manusia dan bahkan mengancam dan menghabisi nyawa orang Papua;
  2. Kiranya Engkau mengampuni gereja-gereja di Indonesia, yang seharusnya berbicara jujur dan terus-terang menurut Suara dan Mandat Kenabian mereka, akan tetapi mereka memilih untuk mendukung dusta, penindasan dan penjajahan, yang penuh dengan penghinaan terhadap manusia ciptaan-Mu menurut “peta” dan “teladan”-Mu sendiri;
  3. Kiranya engkau mengampuni para pejabat gereja yang telah gagal membela kebenaran, gagal menjalankan tugas-tugas berdasarkan jabatan dan tugas mereka di dalam organisasi gereja.

Tuhan secara khusus berbicara bahwa orang Papua pertama-tama harus mengampuni orang Kristen Indonesia, gereja-gereja Kristen di Indonesia, dan hamba-hamba Tuhan serta pejabat gereja di Indonesia atas kesalahan, atas dosa-dosa yang mereka lakukan, karena mereka

  1. Tidak berdoa bagi Tanah dan bangsa Papua;
  2. Tidak berbicara membela Tanah dan bangsa Papua;
  3. Tidak bertindak membela Tanah dan bangsa Papua

sebagai bangsa pilihan Allah, yang tinggal di Tanah leluhur sendiri, yang tidak pernah melanggar apa-apa, berbuat apa-apa-pun kepada bangsa Melayu, ras Melayu ataupun bangsa lain di dunia, akan tetapi terancam punah oleh karena ekspansi kerajaan Islam Mataram ke seluruh Asia-Pasifik.

Dalam Nama Allah Bapa!
Dalam Nama Allah Anak!
Dalam Nama Allah Roh Kudus!

Yesus kami memohonkan pengampunan-Mu
Yesus kami memohonkan pengampunan-Mu yang total dan sempurna.

Ampuni kami bangsa Papua karena selama ini

  1. Kami telah menyimpan rasa pahit atas kehadiran orang Indonesia di Tanah Papua, entah atas nama agama Kristen dalam Tuhan kita bersaudara, entah atas nama pemerintah Indonesia sebangsa-setanah air, entah atas nama LSM pembangunan dan kemajuan, entah atas nama militer operasi pengkondisian atau keamanan, apapun alasannya mereka datang dan kedatangan mereka telah melahirkan dan memelihara rasa pahit. Dalam nama Yesus kami cabut rasa pahit ini, ya Tuhan Yesus!
  2. Kami telah mengeluarkan kata-kata tidak sepantasnya bagi orang Kristen, menyebut orang Indonesia dengan kata-kata yang merendahkan martabat manusia Indonesia “peta” dan “teladan” Allah sendiri. Kami cabut dalam nama Yesus! Kami mohon Engkau ampuni! Dan kami mohon cabut rasa pahit ini dalam hati dan pikiran kami orang Papua!
  3. Kami telah melakukan tindakan-tindakan yang merendahkan dan mencemooh “peta” dan “teladan”, yaitu orang Indonesia. Ampuni kami! Kami berdoa kiranya beri kami hati yang jernih untuk mengasihi mereka semua!

Tuhan Yesus!

Kami mau masuk ke dalam kerajaan sorga tanpa cacat dan cela!

Kami mau menjadi anggota Melanesian Spearhead Group, karena kami bukan orang Indonesia, kami bukan hidup di Nusantara Melayu, dan kami bukan bagian dari Kerajaan Islam Mataram bernama NKRI!

Dalam nama Yesus, kami hapuskan semua rasa pahit! Semua rasa benci! Semua rasa dengki! Semua dendam dan emosi!

Dalam nama Yesus kami berdoa, layakkan kami untuk masuk sorga, pada saat Engkau datang kedua kali, untuk menjadi Raja Damai semesta alam, sepanjang masa!

Dalam nama Yesus!

Amin

Prayer of the West Papua Council of Churches 12 February 2022

“On the 167th Anniversary of the Gospel Entering the Land of Papua, We Are Not Safe in Our Land”





Lord, today is the 5th February, 2022, and we Papuans are witnessing the celebration of the 167th anniversary of the Gospel Entering the Land of Papua being held by the government. However, we ask forgiveness from You Lord because we have failed to carry out our pastoral duties. 

It can be seen that we Papuans are almost extinct after being part of this country for the last 60 years. Many Papuans continue to be killed through large-scale military operations and also through disease outbreaks without our voice speaking out. Today there are 60,000 refugees living in fear and uncertainty. The state does not pay attention to the fate of the refugees, they are displaced without food, shelter and health care.

They were forcibly evicted from their home villages in Nduga, Intan Jaya, Puncak Papua, Maybrat, Kiwirok in Star Mountains, and Suru suru in Yahukimo. To this day it is uncertain when they will return to their villages. 

Their villages have been shut off and occupied by military forces. Instead of guaranteeing security and giving hope to refugees, remilitarization has taken place by building new district military posts in Intan Jaya, Nduga, Lany Jaya, Yalimo, Star Mountains, Tambrauw Yahukimo, and Maybrat.

We see that the military operation, the construction of the district military postsand the division of the Provinces are tactics by the Government to implement a program to transfer millions of people from outside Papua to Papua, as promoted by Hendro Priyono, the former chairman of BIN (The State Intelligence Agency).

Lord, right now the lives of Papuans are being messed with by the interests of the State, encouraged by the fervor of Racism, Fascism and injustice. The politics of domination continues, Special Autonomy is forced to continue, even though Papuans have rejected Special Autonomy. Not only that, Lord, but they also have forced the division of current provinces into 6 new provinces. 

Armed conflict continues to be maintained in order to ensure the seizure of our lands. All our lands are being seized for capitalist interests and large-scale investments. Meanwhile, when Papuans call out against this, they are arrested. Papuans are almost extinct.

How can we Papuans sing God's song of praise at this year's celebrations, while we are experiencing all the suffering that we have shared? We are like 

the Israelites who were exiled and who wept by the river of Babylon, asking for God's help. We feel sad because this year the date of February 5th has been robbed by the State while our people are suffering in our land. The State celebrates this day to cover up State crimes against it’s people, and they have lied and plundered the Papuans right to life.

Lord, if the situation is like this, who can we complain to? We can only cry out to you, to call for the safety of our people in the Land of Papua.

Here we are Lord, see Your servants who are praying.

Jayapura, 5 February 2022

Pendeta Beny Giyai (Moderator) 

Pendeta Dorman Wandikbo (Member)

Pendeta Socrates S. Yoman (Anggota) 

Pendeta Andrikus Mofu (Anggota)

ULMWP Umumkan Pemerintah Sementara, Prof. Rocky: Diplomasi RI Tertinggal...

Any talks with Jakarta must feature referendum - Papuan group

No comments 0

Victor Yeimo of the West Papua National Committee

Victor Yeimo of the West Papua National Committee Photo: Info West Papua

President Joko Widodo and his chief of staff have both told Indonesian media in recent days that they were prepared to meet anyone to discuss problems in Papua.The West Papuan pro-independence movement is insisting that genuine talks with Indonesia's government must address self-determination.
The president, known as Jokowi, was responding to a question from the press about whether he would hold a dialogue with pro-independence Papuan leaders.
Jokowi has appealed for calm in West Papua which has been gripped by weeks of large protests, a security forces crackdown and violent unrest that have left dozens of people dead.
While Indonesia has deployed over six thousand extra military and police to Papua, tensions in the region, as well as pro-independence sentiment, remain high.
It has added to pressure on a government also struggling to contain public discontent in Jakarta over several new laws which critics say undermine democracy.
In the interests of forging a way forward in Papua, the president's office was urged by representatives of the Papua and West Papua regional legislatures to have talks with the leading pro-independence groups, the West Papua National Committee (KNPB) and the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
The KNPB's international spokesman, Victor Yeimo, said they had been seeking meaningful talks with Jakarta for years without getting a response. He was cautious over the prospect, expecting Jokowi's usual emphasis on economic development in Papua to continue to be the focus.
After the widespread protests kicked off in late August, Jokowi invited a number of community and religious leaders from Papua to his palace. The meeting was billed as a way to discuss accelerating prosperity in Papua and West Papua provinces.
Mr Yeimo noted a discrepancy between the president's words and the actions of his government in employing a security approach to the peaceful expression of Papuan independence aspirations.
According to the KNPB, while Jakarta sees Papua as strictly an internal issue, in reality it's an international issue. Mr Yeimo said West Papuans seek intervention for a legitimate self-determination process under international law which they were denied in the 1960s when Indonesian took control of the former Dutch New Guinea.
"For us, we will not stop to demand the right of self-determination in West Papua," Mr Yeimo said.
"So, if Jokowi wants to dialogue, the main point for the dialogue is a referendum for the self-determination in West Papua, under the United Nations' supervision, mediated by a neutral or third party."
Mr Yeimo's comments echo those of the ULMWP's UK-based chairman Benny Wenda, who said at the United Nations last week that a deepening humanitarian crisis in his homeland underlined the urgent need for UN intervention.
While Jakarta has repeatedly stated that the incorporation of Papua into the republic is final, demonstrations by Papuans are becoming harder to ignore, even when the government resorts to cutting the internet in Papua as a response.
West Papuans protest against racism in Wamena, August 2019.
West Papuans protest against racism in
Wamena, August 2019. 
Photo: Supplied

Indonesian authorities have fingered the KNPB and the ULMWP as being provocateurs, alleging that the groups stirred the recent unrest in an attempt to disrupt the unitary republic by seeking independence.
Mr Yeimo denied this, saying the Papuan independence struggle belonged to neither group, but rather the people.
"The leaders, even KNPB and ULMWP, cannot determine the future of the people of West Papua. The only way is to give the people democratic space - hold a referendum so they can choose what they want for their future."
While Jokowi's response to the press question did not single out any particular group who he might meet for talks, mistrust between Jakarta and Papuan leaders remains the main stumbling block.
A senior government source told RNZ Pacific that the president's primary objective was to restore "full normalcy, stability and security" in Papua.
© all rights reserved
made with by templateszoo