Showing posts with label Komisi HAM PBB. Show all posts
Showing posts with label Komisi HAM PBB. Show all posts

Video Wawancara WCC [Dewan Gereja Dunia] menggambarkan krisis hak asasi manusia di West Papua

Edisi, 12 Januari 2022

Selama wawancara dalam video oleh Dewan Gereja Dunia atau World Council of Churches (WCC) Peter Prove, Direktur Urusan Internasional WCC, berbicara tentang hak asasi manusia dan situasi kemanusiaan di West Papua.

West Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) —— provinsi Indonesia yang terdapat di bagian barat pulau New Guinea – telah menjadi fokus perhatian WCC [Dewan Gereja Dunia] sejak lama. Dalam wawancara baru-baru ini, Prove menunjukkan bahwa kepedulian terhadap penduduk asli Papua di provinsi ini meningkat “sebagai akibat dari situasi hak asasi manusia dan kemanusiaan yang terus-menerus dan cukup serius di wilayah tersebut, yang terus terang gagal ditangani dan diperbaiki oleh pemerintah Indonesia.”

Mengingat sejarah yang disebut - dan masih diperdebatkan - “Act of Free Choice / Pepera” dimana West Papua diintegrasikan ke Indonesia pada tahun 1969, Prove mencatat bahwa kegagalan Jakarta untuk memenuhi janjinya kepada rakyat Papua telah mengakibatkan meningkatnya oposisi lokal terhadap Indonesia. “Apa yang telah kita lihat selama beberapa dekade adalah tingkat pelanggaran hak asasi manusia yang sangat tinggi,” termasuk pembunuhan di luar proses hukum, penolakan kebebasan berekspresi dan berkumpul dan banyak pelanggaran lainnya, kata Prove.

Selama pandemi COVID-19, “insiden pelanggaran hak asasi manusia yang serius justru meningkat,” kata Prove.

WCC dan mitranya bekerja sama untuk memantau hak-hak sipil dan politik serta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya di wilayah tersebut.

Meningkatnya militerisasi respon pemerintah Indonesia telah memperburuk situasi, meskipun janji-janji dialog dengan masyarakat asli Papua, kata Buktikan “Ini adalah janji yang telah dibuat di tingkat politik tetapi tidak dipenuhi,” katanya.

Kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai telah meningkat, katanya. “Banyak pembunuhan, banyak pemukulan, banyak penghilangan paksa terjadi dalam bentuk respons semacam itu terhadap protes semacam itu,” Prove mengamati, menggambarkan tindakan militer dan polisi yang kejam di West Papua.

Selain itu, orang-orang yang melarikan diri dari daerah yang terkena dampak konflik tidak menerima bantuan yang mereka butuhkan dari otoritas nasional, dan badan-badan kemanusiaan internasional hanya diberi sedikit atau tidak ada akses ke wilayah tersebut, tambah Prove.

“Pihak berwenang Indonesia tentu saja perlu mengatasi krisis hak asasi manusia yang sudah berlangsung lama, berkelanjutan, dan meningkat di kawasan ini,” tutup Prove.

_____________
Simak versi bahasa Inggris dalam link yang tertera di halaman website resmi Dewan Gereja Dunia (WCC) dan Channel YouTube nya WCC berikut:

——
Sumber website Dewan Gereja Dunia (WCC):
➡️ https://www.oikoumene.org/news/wcc-video-interview-describes-human-rights-crisis-in-west-papua

Sumber YouTube Channel Dewan Gereja Dunia (WCC):
➡️ https://youtu.be/xZpKH1FV0wE

#WestPapua #WorldCouncilChurches #WestPapuaChurch #BWA #WestPapuaChurchCouncil #WPCC #PCC #WCC #HumanitarianCrisis #HumanRightsAbuses #UnitedNation 🇺🇳 #OHRCHR #UNHRC #FreeWestPapua

'Kode Keras' Komisioner Tinggi HAM PBB soal Kerusuhan Papua

No comments 0
VIVA – Kerusuhan yang pecah di Papua dan Papua Barat beberapa waktu lalu masih menyisakan pedih. Akibat kerusuhan tersebut, sejumlah fasilitas publik, gedung milik pemerintah hingga kawasan niaga porak poranda. Yang paling menyedihkan, aksi massa yang berakhir ricuh itu sampai merenggut korban jiwa.

Michelle Bachelet Komisioner Tinggi
 Hak Asasi Manusia atau KTHAM PBB
Hal itu pun menjadi perhatian dan keprihatinan banyak pihak, enggak hanya di Indonesia tapi juga di dunia internasional. Soal rusuh Papua juga disinggung oleh Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia atau KTHAM PBB, Michelle Bachelet saat konferensi pers satu tahun jabatannya sebagai KTHAM di Jenewa, Swiss pada Rabu, 4 September 2019. Michelle mengaku memantau kisruh yang terjadi di Papua dan Papua Barat selama dua pekan terakhir.

"Saya menyambut dengan baik bahwa Presiden Jokowi dan pemangku kepentingan di level tinggi sudah membuat pernyataan melawan segala bentuk rasisme dan diskriminasi yang memang menjadi isu serius di Papua dan Papua Barat. Mereka juga mengimbau agar tenang dan damai. Saya juga sudah mendapatkan informasi soal tindak lanjutnya seperti sejumlah aparat keamanan yang diberikan sanksi karena terlibat kekerasan terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang," kata dia.

Berkaitan dengan kerusuhan Papua, diplomat Indonesia di Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) Jenewa sudah melakukan komunikasi dengan pejabat KTHAM sebelum konferensi pers berlangsung. "Pertemuan dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih akurat terkait situasi di Papua mengingat terdapatnya berbagai distorsi pemberitaan yang tidak mencerminkan situasi sebenarnya dan latar belakang kejadian," dikutip dari rilis pers PTRI melalui laman VIVAnews.com. 

Dalam pertemuan dengan kantor KTHAM, PTRI juga menyampaikan perkembangan situasi dan sejumlah usaha yang dilakukan termasuk penegakan hukum, dialog dan persuasi. Aparat keamanan di Papua menurut PTRI telah bertindak secara profesional dan menghindari penggunaan kekerasan dalam menghadapi massa.

Meski begitu, ada beberapa hal yang jadi catatan KTHAM terkait rusuh di provinsi Papua dan provinsi Papua Barat.

Komentar tajam Michelle Bachel

Situs KTHAM telah memuat pernyataan media yang berisi komentar KTHAM terkait situasi di Papua dan Papua Barat. Enggak ketinggalan, KTHAM menyampaikan keprihatinan atas jatuhnya korban, baik sipil maupun aparat keamanan.

Michelle Bachel berkata lebih lanjut, "Saya terusik dengan meningkatnya eskalasi kekerasan selama dua pekan terakhir di dua provinsi di Indonesia, Papua dan Papua Barat. Terlebih dengan tewasnya sejumlah pengunjuk rasa dan aparat keamanan," kata Michelle, dikutip dari laporan pers Dewan HAM PBB dari Jenewa.

KTHAM sudah membaca gelagat

Selain memantau perkembangan situasi di Papua dan Papua Barat pasca kerusuhan, KTHAM mengklaim telah melihat potensi pecahnya konflik sejak akhir tahun lalu. "Sebenarnya gelagat dan potensi ini sudah kami observasi sejak Desember 2018 dan hal tersebut sudah kami diskusikan dengan pemangku terkait di Indonesia," ujar Michelle Bachel.

Tapi kini kerusuhan sudah kadung terjadi, KTHAM pun meminta pemerintah untuk mengedepankan dialog untuk menjaga kondusifitas."Seharusnya tidak boleh ada kekerasan di mana pun di sebuah negara demokrasi dan majemuk seperti di Indonesia. Saya menekankan agar otoritas di sana mengedepankan dialog dengan Papua dan Papua Barat agar aspirasi bisa disalurkan," lanjutnya.

Tuntut pemulihan internet

Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir akses data internet di Papua sejak Rabu 21 Agustus 2019. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu mengatakan, pemblokiran dilakukan untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di wilayah Papua dan sekitarnya.

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara, Hinsa Siburian menambahkan, masalah utama rusuh di Papua sebagian besar karena pengaruh konten hoax. "Kita juga melihat itu memonitor bahwa masalah Papua ini lebih kepada sekarang ini kegiatannya itu di siber," ujar Hinsa di Jakarta, Senin 26 Agustus 2019.

Demi alasan itu lah, akhirnya pemerintah RI memblokir akses internet pasca kerusuhan. Tapi, Michelle Bachel enggak sependapat dengan pemerintah Indonesia. Baginya hal itu bertentangan dengan kebebasan berpendapat di mana komunikasi tidak seharusnya dibatasi. Ia juga meminta supaya internet dan saluran komunikasi di Papua dan Papua Barat segera dipulihkan.

Permintaan Michelle mulai terealisasi pada Rabu 4 September 2019 pukul 23.00 WIT. Berdasarkan keterangan resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika, pembukaan blokir di wilayah Papua dan Papua Barat dilakukan secara bertahap.
© all rights reserved
made with by templateszoo