Showing posts with label pembunuhan. Show all posts
Showing posts with label pembunuhan. Show all posts

Breaking News: Gembala Elias Kalakmabin Ditembak Brimob dan Belum Ditemukan


Hamba Tuhan (Gembala) bernama Elias Kalakmabin hilang di tangan Birimob Seramkatop, dan hingga kini belum ditemukan. Elias hilang pada hari Rabu tanggal 12 Januari tahun 2022 Pukul 10.00 pagi setelah ditangkap di Pos TNI Polri Serambakon.
Setelah ditahan, Ia disiksa dan dipukul. Elias mencoba melarikan diri namun TNI POLRI mengejar dan menyerang dengan tembakan senjata. Lokasi pengejaran tak ada tempat untuk berlindung seperti batu/pohon sehingga diduga mereka kejar lalu menembak mati.
Saat kejadian ini, Kepala Distrik Oskop menuju ke Pos TNI dan Polri untuk meminta ijin mencari korban namun tidak diijinkan. Kadistrik berulang kali meminta ijin namun pihak TNI Polri tidak mengijinkan. TNI Polri mengatakan mereka sedang mencarinya.
Sampai saat ini pihak keluarga dan Kepala Distrik meminta TNI Polri menunjukkan keberadaan Gembala Elias. Menurut kepala Distrik dia adalah warga sipil biasa yang tidak tahu menahu tentang TPNPB.
Sumber Kepala Distrik Oskop



DAW Meepago: Negara Gagal Tuntaskan Kasus Paniai Berdarah

Suara Papua / Yance Agapa / 21 minutes ago

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Dewan Adat Wilayah (DAW) Meepago menyatakan negara gagal total dalam menuntaskan kasus Paniai Berdarah.

“Rakyat Papua sudah lama tidak percaya pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, karena sudah terbiasa janji akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, tetapi tidak pernah ada upaya penyelesaian,” kata ketua DAW Meepago, Okto Marco Pekei saat diwawancarai via telepon seluler, Jumat (17/12/2021).

Menurutnya, tim Investigasi Komnas HAM ataupun dari aparat pemerintah pun memberi kesan yang sama. Produk Hukum dalam kerangka Otsus selama 21 tahun tidak pernah dirumuskan dan ditetapkan.

“Ini menjadi fakta yang menyebabkan munculnya mosi tidak percaya rakyat kepada pemerintah. Sama halnya Kasus Paniai. Kasus Paniai sudah lama diinvestigasi dan ditetapkan Komnas HAM sebagai Kasus Pelanggaran HAM Berat, namun lamban penyelesaiannya,” tuturnya.

Terkait niat pemerintah yang lamban penanganan, Pekei menyatakan rakyat tidak percaya pemerintah.

“Bukan hanya Kasus Paniai saja, tetapi juga beberapa kasus besar lainnya seperti Kasus Wasior Berdarah, Biak Berdarah, Abepura Berdarah, Deiyai Berdarah dan Wamena Berdarah,” jelasnya.

Dalam meyelesaikan kasus Paniai Berdarah, Okto juga meminta pemerintah Indonesia untuk mengutamakan keadilan bagi keluarga korban.

Terpisah, Andi Yeimo yang juga merupakan keluarga korban dari Yulius Yeimo kepada media ini menyatakan, rakyat Papua di Paniai menolak segala bentuk tawaran dari negara dengan dalil menuntaskan kasus Paniai Berdarah.

“Selama ini Indonesia tak pernah tuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM Berat di Papua, terlebih khusus lagi Paniai Berdarah. Maka Kami masyarakat Paniai dan keluarga korban sangat berharap kunjungan Komisi Tinggi PBB ke West Papua untuk langsung melihat bukti dan fakta di lapangan Karel Gobay,” tukasnya.

Pewarta: Yance Agapa
Editor: Arnold Belau

The post DAW Meepago: Negara Gagal Tuntaskan Kasus Paniai Berdarah appeared first on Suara Papua.

Visit website

Uskup Indonesia bertemu Mahfud MD bahas kekerasan di Papua

Uskup Indonesia bertemu Mahfud MD bahas kekerasan di Papua

 Nabire, Jubi – Menyusul pembunuhan seorang katekis Katolik Kabupaten Intan Jaya, Papua, para pemimpin gereja bertemu dengan pejabat keamanan tertinggi Indonesia guna mendesak pemerintah  meredakan ketegangan melalui dialog.

Dilansir vaticannews.va (3/11/2020), perwakilan Gereja Katolik di Provinsi Papua mengadakan pembicaraan dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD.

Pertemuan pada hari Minggu lalu itu berlangsung di kediaman Mahfud MD dengan tujuan membahas berbagai permasalahan yang melanda provinsi paling timur Indonesia yang terus bergolak.

Hadir dalam pertemuan itu, Uskup Agats Mgr Aloysius Murwito dan Uskup Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi, yang juga Administrator Apostolik Merauke, bersama dengan Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia.

Pertemuan itu terjadi setelah mengemukanya laporan keterlibatan Tentara Nasional Indonesia yang menembak mati seorang katekis Katolik dari Paroki Bilogai, Rufinus Tigau, pada 26 Oktober lalu. Pembunuhan itu terjadi di Desa Jalae, Kecamatan Sugapa, Kabupaten Intan Jaya.

Uskup Mandagi mengatakan kepada UCA News pertemuan selama satu jam itu dimaksudkan untuk membahas “berbagai masalah di Papua, terutama kekerasan.”

Uskup Indonesia, tambahnya, prihatin dengan situasi tersebut, meski dia mengatakan tidak ada kasus khusus yang dibahas dalam pertemuan itu.

Sebaliknya, pembicaraan difokuskan pada penderitaan yang ditimbulkan oleh kekerasan, baik pada warga sipil setempat maupun pada pasukan keamanan.

Uskup Mandagi mengatakan dia menyampaikan kepada Mahfud bahwa dialog yang lebih luas dengan masyarakat dapat membantu meredakan ketegangan. Gereja Katolik setempat, tambahnya, selalu terbuka untuk berdiskusi.

“Orang Papua itu orang baik,” katanya.

“Semua orang termasuk militer, polisi, dan pekerja gereja tidak boleh memandang rendah mereka. Kita semua perlu menyelesaikan masalah dengan dialog, dengan menghormati orang Papua, dan tanpa kekerasan.”

Uskup mengatakan intervensi militer hanya memperburuk ketegangan.

Setelah pertemuan dengan para pemimpin gereja, Mahfud mengatakan pemerintah akan terlibat dalam dialog lebih lanjut dengan para uskup serta dengan para pemimpin agama lainnya.

Uskup Mandagi mengungkapkan harapannya untuk menghentikan kekerasan.

“Kami ingin Papua menjadi tanah cinta, bukan medan perang,” ujarnya. (*)


Editor: Dewi Wulandari

© all rights reserved
made with by templateszoo