Slider

Warga Sipil Disiksa Oknum TNI di Papua, President GIDI: Indonesia Buta Kemanusiaan

0

Oleh: Makawaru da Cunha I

PAPUAinside.id, SENTANI—Gereja Injili di Indonesia (GIDI), mendorong Komisaris Tinggi HAM PBB turun ke West Papua, untuk menyelesaikan kasus penyiksaan, yang diduga dilakukan prajurit TNI terhadap warga sipil di Papua di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah.

Video yang viral di sosial media itu memperlihatkan aksi penyayatan yang dilakukan prajurit TNI ke punggung warga sipil yang sedang direndam di dalam sebuah drum.

Hal ini ditegaskan President GIDI Pendeta Dorman Wandikbo, ketika dikonfirmasi di Sentani, Jumat (22/3/2024).

Dorman mengatakan pihaknya juga mendorong Komisaris Tinggi HAM PBB menghadirkan pihak ketiga sebagai penengah. Sedangkan Indonesia dan Papua duduk bersama, untuk menyelesaikan kasus kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua, yang sudah lama dan luka membusuk teriris hati Orang Asli Papua (OAP) ini.

“Itu sangat penting, kalau tidak kita akan menderita dipukul dan disiksa, seperti ini terus dan tanpa solusi,” tegas Dorman.

Dorman menuturkan, bahkan apabila diperlukan Komisaris Tinggi HAM PBB membuka kantor perwakilan di Papua.

“Ini sangat menolong, jika terjadi kasus kekerasan dan pelanggaran HAM, maka orang Papua langsung mengadu ke Komisaris Tinggi HAM PBB,” tegasnya.

Menurut Dorman, dalam masa reformasi ini sejatinya negara hadir untuk menyampaikan informasi secara terbuka, termasuk kasus kekerasan, pelanggaran HAM, ketidakadilan dan lain-lain.

“Tapi justru reformasi di tanah Papua tidak ada sama sekali, hak dan ruang gerak kami dibatasi, kami tidak menikmati kehidupan yang sesungguhnya, ketakutan yang luar biasa. Kami tidak boleh bicara tentang kebenaran dan keadilan. Kalau kami bicara tentang kebenaran dan keadilan kami dicurigai dan disoroti. Walaupun gereja-gereja di Papua melahirkan kader kader terbaik mereka duduki di kursi legislatif, eksekutif dan yudikatif, tetapi mereka sulit bersuara, karena nyawa mereka pun terancam. Orang pribumi yang hidup seluruh dunia, yang tidak bahagia itu orang Papua,” tandas Dorman, mengutip pernyataan mantan Gubernur Papua, Almarhum Lukas Enembe.

Dikatakan Dorman, kasus kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua bukan hal baru, tetapi dilakukan sejak masa Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969.

Meski demikian, jelas Dorman, kasus kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua kedepannya akan terus terulang.

“Kekerasan dan pelanggaran HAM membuat orang Papua trauma,” tukasnya.

Tiga Masa

Menurut Dorman, konflik dan kekerasan negara di tanah Papua terjadi dalam tiga masa, yakni di masa Orla, Orba dan Otsus Papua.

Konflik dan kekerasan negara di tanah Papua di masa Orla, seperti Pepera tahun 1969, yang tak melibatkan orang asli Papua, pembukaan PT Freeport tanpa melibatkan orang asli Papua, kemudian pengiriman transmigrasi ke tanah Papua tanpa izin seolah-olah Papua tanah kosong. Padahal di Papua ada orang dan ada kepala suku atau Ondoafi.

Konflik dan kekerasan negara di Tanah Papua di masa Orba, seperti terjadi genosida atau pemusnahan etnis, membangun basis militer, yang dulu disebut ABRI Masuk Desa (AMD).

“Mereka masuk bukan untuk menolong, tetapi justru membunuh laki- laki Papua dan memperkosa perempuan sampai saat ini perempuan-perempuan Papua tidak bisa dapat keturunan, karena penyiksaan yang luar biasa terjadi tahun 1977 dan 1978 oleh oknum TNI, membuat kita lari ke hutan tinggal di hutan selama 2 tahun dan saya salah satu saksi hidup yang jadi President GIDI hari ini,” kata Dorman tegas.

Di masa Orba, terangnya, orang tak mempunyai hak, untuk bebas berbicara, orang tak boleh kemana-mana, juga banyak orang-orang pintar yang ada di Papua dibunuh.

Karena itu, masyarakat Papua mari bersama gereja kita bersatu untuk menaikan “ DOA RATAPAN” Komisaris Tinggi HAM PBB turun di West Papua, bila perlu Perwakilan Kantor Komisaris HAM PBB bangun diatas tanah Papua. **
0

No comments

Post a Comment

Ads

blogger
© all rights reserved
made with by templateszoo