Oleh Gembala DR. A.G. Socratez Yoman,MA
Ada pertemuan tertutup pada Selasa, 9 Mei 2022 dari pemerintah, TNI-Polri dan beberapa orang Papua yang di-tokoh-kan oleh penguasa untuk menyikapi rencana demo Petisi Rakyat Papua (PRP) pada Rabu, 10 Mei 2022.
Dalam pertemuan tertutup itu digambarkan perkembangan sosial dan politik di Papua dengan topik: "NARASI PAPARAN KOMINDA 9 MEI 2022" dengan 13 SLIDE.
Dari sebanyak 13 SLIDE itu pada SLIDE 4 disebutkan sebagai berikut:
"Dalam perkembangannya, terdapat beberapa respon yang timbul dilingkungan masyarakat yang menolak serta mendukung dilakukannya Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB). Namun dalam perkembangannya, kelompok penolakan pemekaran DOB Papua dibelakangi oleh Tokoh Agama hingga pejabat dilingkungan Prov. Papua, yang diantaranya adalah :
1.Timotius Murib, Yoel Luiz Mulait, Benny Swenny yang berasal dari Lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP), John Gobay, Laurenzus Kadepa, Alfred Freddy Anouw, Yonas A. Nusi yang berasal dari Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), serta beberapa pejabat yang berasal dari Pemerintah Prov. Papua dimana turut ikut mendukung segala pendapat yang menyudutkan Pemerintah Pusat.
2.Pdt. Socrates S. Yoman, Pdt. Benny Giay, Pdt. Andrikus Mofu, Pdt. Dorman Wandikbo yang tergabung dalam Dewan Gereja Papua/ West Papua Church Council (WPCC) yang illegal serta menggerakan Forum Pemuda Kristen di Tanah Papua (FKTP).
Oknum merupakan pihak yang bertanggungjawab dalam pengerahan massa aksi di 5 Wilayah adat dan serta mendanai aksi yang dilaksanakan oleh kelompok Pro M, yang memiliki tujuan/goals untuk:
1.Menurunkan kepercayaan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat OAP menurun terhadap Pemerintah Indonesia.
2.Menimbulkan eskalasi sitkamtibmas di Prov. Papua dan Papua Barat.
3.Menginisiasi pembatalan pelaksanaan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB)
4.Menginisiasi terlaksananya aksi Mogok Sipil Nasional (MSN) di tanah Papua
5.Menuntut dilakukannya Referendum Papua."
Dari pandangan bangsa kolonial firaun modern ilegal yang menduduki dan menjajah ini,perlu diluruskan, supaya rakyat Papua dan rakyat Indonesia tidak disesatkan dengan informasi-informasi sesat dengan muatan kepentingan-kepentingan bangsa perampok, pencuri, pembunuh, pembinasa, penjarah, dan pembohong yang berwatak RASIS, FASIS dan berwatak kriminal berbudaya militeristik.
1. Dewan Gereja Papua (WPCC) disebut sebagai wadah "ilegal" oleh penguasa kolonial firaun modern Indonesia ilegal. Dan menyebutkan nama-nama pendiri, pengurus Dewan Gereja Papua (WPCC).
Penguasa kolonial firaun modern ilegal Indonesia perlu belajar banyak sejarah, HARUS tahu dan SADAR bahwa, kami ada di sini sejak dunia dijadikan. Kami ada di sini sebelum misionaris asing datang. Kami ada di sini sebelum bangsa Belanda datang. Kami ada di sini sebelum bangsa kolonial ilegal Indonesia ada di sini secara ilegal pada 19 Desember 1961; Perjanjian New York 15 Agustus 1962; 1 Mei 1963; Pepera 1969.
Dewan Gereja Papua (WPCC) bukan ilegal. Pendirian Dewan Gereja Papua dengan 6 dasar yang sah dan legal, yaitu:
1. Dewan Gereja Papua didirikan oleh TUHAN Yesus Kristus sendiri di atas batu karang yang teguh.
"....Aku berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan telepas di sorga" (Matius 16:18-19).
2. Dewan Gereja Papua (WPCC) berdiri atas sejarah Injil pada 5 Februari 1855. Dewan Gereja Papua (WPCC) sudah ada 167 tahun di atas Tanah ini.
Sementara Indonesia menduduki di Tanah Papua dan menjajah rakyat Papua secara ilegal 61 tahun sejak 19 Desember 1961; dan 59 tahun sejak 1 Mei 1963; dan 53 tahun sejak 1969.
3. Dewan Gereja Papua (WPCC) anggota resmi Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC); dan juga anggota resmi Dewan Gereja Dunia (WCC) bukan ilegal.
4. Dewan Gereja Papua (WPCC) didirikan oleh Gereja-gereja resmi dan moyoritas anggotanya orang-orang asli Papua sebagai pemilik dan Tuan atas Tanah Papua.
5. Dewan Gereja Papua (WPCC) wadah yang berdimensi rohani yang universal tidak berada dalam perangkat aturan dan undang-undang suatu negara, karena Dewan Gereja Paoua berdiri di atas otoritas Alkitab sebagai Rumah Bersama, Perahu Bersama dan Honai Bersama bagi rakyat Papua.
6. Suara Dewan Gereja Papua (WPCC) didengar oleh MSG, PIF, ACP dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Alasan tidak mendasar, bahwa demo pada 10 Mei 2022 diinisiasi atau didorong oleh Dewan Gereja Papua. Penguasa kolonial firaun modern ilegal Indonesia dengan cerdik dan licik meng-kambing-hitam-kan Dewan Gereja Papua (WPCC).
Penguasa kolonial firaun modern ilegal Indonesia berusaha melarikan diri atau menghindari dari 4 akar persoalan atau akar sejarah konflik yang dirumuskan oleh LIPI (kini: BRIN).
Pemaksaksaan Daerah Otomomi Baru (DOM) oleh militer di Tanah Papua adalah upaya untuk memperkuat pendudukkan dan penjajahan Indonesia secara ilegal di Tanah Papua.
SLIDE 4 pada ponit 1 disebutkan:
"Menurunkan kepercayaan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat OAP menurun terhadap Pemerintah Indonesia."
Pernyataan ini sangat lucu dan aneh oleh para penguasa kolonial fiarun modern ilegal Indonesia, karena yang menurunkan kepercayaan rakyat Indonesia dan rakyat Papua ialah perilaku penguasa sendiri, yaitu:
1. Penguasa Indonesia pembohong dan tukang janji-janji kosong;
2. Penguasa Indonesia itu kumpulan para penipu, pembohong, pencuri, perampok, penjarah, pembunuh, pemusnah orang asli Papua;
3. Para penguasa Indonesia berwatak rasis, fasis dan pembuat hoax, mitos, stigma, label sebagai tameng untuk menduduki, menjajah, menindas dan membunuh, memarginalkan orang asli Papua secara sistematis, terprogram, terstruktur, masif dan kolektif sejak 19 Desember 1961 sampai sekarang ini.
Dari perilaku bangsa kolonial firaun modern Indonesia ilegal telah lahir 8 SIKAP PERLAWANAN ORANG ASLI PAPUA
Penguasa kolonial modern Indonesia yang menduduki, menjajah dan menindas rakyat dan bangsa Papua Barat telah melahirkan tujuh sikap perlawanan yang khas dan kuat. Tujuh sikap yang khas dan kuat itu lahir, bertumbuh dan berakar serta berbuah dalam hidup rakyat dan bangsa Papua Barat karena penguasa kolonial modern Indonesia menerapkan penjajahan kejam dan brutal berkultur militer dimulai sejak 19 Desember 1961 dan lebih totaliter dan otoriter dimulai 1 Mei 1963.
Delapan sikap perlawanan itu lahir karena penguasa kolonial modern Indonesia menerapkan penjajahan standar berganda yang telah menjadi akar konflik berdarah dari waktu ke waktu yang terus meningkat, yaitu: Rasisme, Fasisme, Kolonialisme, Kapitalisme, Militerisme, Imperialisme, Ketidakadilan, sejarah penggabungan Papua Barat ke dalam wilayah Indonesia melalui Pepera 1969 yang dimenangkan ABRI (kini: TNI) yang megakibatkan pelanggaran berat HAM dan proses pemusnahan etnis orang asli Papua dengan sistematis, terstruktur, masif dan kolektif. Terjadi marginalisasi/peminggiran orang asli Papua karena Tanah dirampas bahkan manusianya dibunuh dan diusir dengan operasi militer besar-besaran.
Sikap dan perilaku Negara yang rasis dan fasis ini telah melahirkan SEPARATISME dengan tujuh sikap yang khas bagi rakyat dan bangsa Papua Barat menghadapi penguasa kolonial modern Indonesia, yaitu:
1. AWARENESS (ADA KESADARAN).
Seluruh rakyat dan bangsa Papua Barat menyadari dan ada kebangkitan bahwa Indonesia adalah penguasa kolonial modern yang menduduki dan menjajah bangsa Papua Barat dengan moncong senjata sejak 1 Mei 1963 sampai sekarang memasuki tahun 2021.
2. AWAKENING (ADA KEBANGKITAN)
Sejak 19 Desember 1961 melalui Tiga Komando Rakyat (Trikora) dan 1 Mei 1963 penyerahan sepihak dari UNTEA kepada Indonesia, orang asli Papua benar-benar mengalami mimpi buruk dalam melihat perilaku biadab, barbar, kejam dan rasis serta fasis bangsa Indonesia. Tanggal 19 Desember 1961 dan 1 Mei 1963 tanggal dimulainya awal dimulainya proses pemusnahan etnis orang asli Papua dengan operasi militer besar-besaran.
Sudah 61 tahun sejak 19 Desember 1961 dan 59 tahun sejak 1 Mei 1963, orang asli Papua hidup dalam penderitaan panjang yang ditimbulkan penguasa bangsa kolonial modern Indonesia yang berwatak rasis dan fasis berkultur militeristik.
Ada penderitaan, tetesan darah, cucuran air mata, dan tulang belulang berserakkan yang mewarnai kehidupan orang asli Papua dari waktu ke waktu sampai memasuki tahun 2022 ini. Wajah kekejaman dan kekerasan Indonesia semakin nyata operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak, Yahukimo, Maybarat, Kiwirok-Pegunungan Bintang.
Kekerasan Negara secara sistimatis, terprogram, terstruktur, masif dan kolektif ini membangkitkan orang asli Papua dari kelumpuhan dan penghilangan martabat kemanusiaan, identitas sebagai sebuah bangsa, sejarah, kebudayaan dan bahasa. Ada perampokkan Tanah dan sumber daya alam dan banyak harta berharga yang dicuri dan dibawa pergi oleh para perampok, pencuri, penipu, pembunuh. Dalam keadaan ketidakberdayaan ini, rakyat dan bangsa Papua Barat bangkit untuk melawan kejahatan kemanusiaan dan ketidakadilan yang terlama dan terpanjang di Asia pasifik ini.
3. UNITY (ADA PERSATUAN).
Kesadaran dan kebangkitan adanya pendudukan dan kolonialisme Indonesia atas bangsa Papua, sehingga orang asli Papua melahirkan sikap persatuan dengan membentuk wadah perjuangan bersama, yaitu United Liberation Movement for West Papua ( ULMWP). ULMWP menjadi wadah politik resmi yang menjadi Obsever di MSG dan bersuara di forum-forum PIF, ACP dan forum internasional lainnya. Ada KNPB sebagai wadah gerakan moral dan politik, TPN-PB sebagai sayap militer.
4. DISTRUST (ADA KETIDAKPERCAYAAN).
Rakyat dan bangsa Papua telah kehilangan kepercayaan terhadap penguasa Indonesia. Kepercayaan terhadap Indonesia menjadi gundul atau botak. Sudah didak ada cara lain untuk kembalikan kepercayaan rakyat kepada penguasa pemerintah Indonesia. Label teroris terhadap orang asli Papua bertambah luka membusuk dan bernanah dalam tubuh bangsa Indonesia dari kaca mata orang asli Papua. Otsus jilid 2 Nomor 2 Tahun 2021 bertambah runtuhnya kepercayaan rakyat dan bangsa Papua terhadap penguasa Indonesia.
5.DISOBEDIENCE (ADA KETIDAKPATUHAN).
Dari kedasaran, kebangkitan dan persatuan dan ketidakpercayaan itu melahirkan ketidakpatuhan kepada penguasa Indonesia dan berbagai undang-undang dan ideologi bangsa. Contohnya, pada 17 Agustus 2021, mayoritas orang asli Papua tidak kibarkan bendera merah putih di halaman rumah seperti tahun 1980-an sampai tahun 1990-an. Rakyat dan bangsa Papua menyadari bahwa bendera merah putih ialah lambang penjajahan. Alam juga turut tidak setuju dan itu terbukti di Manokwari dan di Jembatan Merah Jayapura.
6.REJECTION (ADA PENOLAKAN).
Sikap penolakan rakyat Papua terhadap Indonesia sudah dimulai sejak pelaksanaan Pepera 1969. Hampir mayoritas 95% Orang Asli Papua menolak digabungkan dengan wilayah Indonesia dengan proses Pepera 1969 yang dimenangkan ABRI.
"...bahwa 95% orang-orang Papua mendukung gerakan kemerdekaan Papua."
(Sumber: Pertemuan Rahasia Duta Besar Amerika Serikat utk Indonesia dengan Anggota Tim PBB, Fernando Ortiz Sanz, pada Juni 1969: Summary of Jack W. Lydman's report, July 18, 1969, in NAA).
Duta Besar RI, Sudjarwo Tjondronegoro mengakui: "Banyak orang Papua kemungkinan tidak setuju tinggal dengan Indonesia." (Sumber: UNGA Official Records MM.ex 1, paragraf 126).
Dr. Fernando Ortiz Sanz melaporkan kepada Sidang Umum PBB pada 1969:
"Mayoritas orang Papua menunjukkan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan Negara Papua Merdeka." (Sumber: UN Doc. Annex I, A/7723, paragraph 243, p.47).
Keterlibatan Militer Indonesia juga diakui oleh Sintong Panjaitan dalam bukunya: Perjalanan Seorang Prajurit Peran Komando:
"Seandainya kami (TNI) tidak melakukan operasi Tempur, Teritorial, Wibawa sebelum Pepera 1969, pelaksanaan Pepera di Irian Barat dapat dimenangkan oleh kelompok Papua Merdeka." (2009:hal.169).
7. RESISTANCE (ADA PERLAWANAN).
Sikap perlawanan rakyat dan bangsa Papua terhadap pendudukan dan penjajahan Indonesia itu sejak tahun 1960-an. Perlawanan atau penolakan itu terbukti tidak pernah terhenti dan sampai memasuki tahun 2022 ini masih dan tetap dilakukan perlawanan terhadap Indonesia.
Yang menjadi tantangan terbesar bagi bangsa Indonesia saat ini, bahwa lahirnya atau terbentuknya ketidakpercayaan (distrust), kebangkitan (awaking), ketidakpatuhan (disobedience), penolakan (rejection) dan perlawanan (resistance) terhadap Indonesia itu dilakukan oleh hampir 100% generasi muda Papua yang belajar dari dan dalam sistem pendidikan dari Tingkat Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi yang diselenggarakan Indonesia.
Penulis juga generasi yang nengeyam pendidikan Sekolah Dasar Negeri atau SD Inpres, SMP Negeri, SMA Negeri dan Universitas Negeri Cenderawasih, tapi saya menjadi orang Indonesia, karena penulis belajar proses sejarah penggabungan Papua ke dalam wilayah Indonesia dengan moncong senjata, penuh darah dan air mata.
Yang dilawan oleh rakyat dan bangsa Papua ialah akar sejarah konflik, yaitu: diskriminasi rasial, fasisme, kolonialisme, militerisme, kapitalisme, pelanggaran berat HAM, ketidakadilan, dan sejarah Pepera 1969 yang cacat hukum dan moral.
Rakyat dan bangsa Papua juga menolak dan melawan hoax, mitos-mitos, stigma, label diproduksi penguasa Indonesia, yaitu: separatis, makar, opm, kkb, dan teroris sebagai topeng atau tameng untuk menyembunyikan sejarah akar konflik Papua.
8. ADA KEMANDIRIAN/KEMERDEKAAN (INDEPENDENCE)
Sekarang Indonesia menghadapi tantangan berat, yaitu: kesadaran (awareness), awakening (kebangkitan) persatuan (united) ketidakpercayaan (distrust), ketidakpatuhan (disobedience), penolakan (rejection) dan perlawanan (resistance) serta kemandirian/kemerdekaan (independence) dari kalangan generasi muda orang asli Papua dan terdidik yang memperoleh pendidikan yang diselenggarakan bangsa kolonial modern Indonesia dari TK-Perguruan Tinggi.
Generasi muda Papua yang terdidik menyatakan: KAMI BUKAN BANGSA INDONESIA. KAMI BANGSA PAPUA RAS DAN RUMPUN MELANESIA."
Selamat membaca. Doa dan harapan saya, artikel ini menjadi berkat bagi para pembaca.
Ita Wakhu Purom, Rabu, 10 Mei 2022
Penulis:
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota: Konferensi Gereja-Gereja⁰ Pasifik (PCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).
__________
No comments
Post a Comment