JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC) membahas perlakuan aparat keamanan Indonesia terhadap Pdt.Dr.Benny Giay di Jayapura pada, Senin (16/8/2021).
Pdt.Benny dibatasi dan ditahan di pintu pagar kantor DPR Papua ketika hendak melakukan doa dan renungan bersama melihat situasi di tanah Papua saat ini.
Pendeta Giay adalah Ketua Sinode gereja Kingmi di tanah Papua dan moderator Dewan Gereja Papua (DGP).
PCC menganggap, Pdt.Giay sangat dihormati di tanah Papua sebagai tokoh Kristen. Ia diperlakukan seperti penjahat biasa ketika hendak mencoba untuk berdoa dan membacakan renungan bersama anggota DPR Papua di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua.
Dengan melihat itu, PCC mengaku sangat sedih bahwa pasukan keamanan Indonesia terus tidak menghormati para pemimpin dan rakyat Papua, meskipun ada Undang-Undang Otonomi khusus (Otsus) Papua.
Otonomi sendiri ditetapkan pada 2001 dan diperbarui pada 2021 tanpa konsultasi dengan rakyat Papua. Undang-undang tersebut seharusnya dirancang untuk mengabadikan nilai-nilai dan cita-cita penduduk asli Papua, dan memberi mereka keadilan dan perlakuan yang adil.
PCC menganggap, apa yang diperlakukan terhadap pendeta Giay menunjukkan bahwa meskipun memiliki undang-undang sendiri, Indonesia memperlakukan rakyat Papua secara tidak adil, tidak demokratis dan tidak manusiawi.
PCC menyarankan kepada pemerintah di Pasifik harus mengatasi masalah ini dengan Indonesia yang ingin menjadi bagian dari komunitas regional melalui banyak lembaga pembangunannya.
PCC menyerukan Indonesia untuk mengakhiri perlakuan kejam dan kekerasan terhadap orang Papua oleh pasukan keamanan.
PCC juga menyerukan kepada pemerintah Indonesia agar pembebasan Victor Yeimo, Jubir internasional Komite Nasional Papua Barat dari Mako Brimob Jayapura, dan mendesak agar dia diperlakukan dengan bermartabat dan adil
No comments
Post a Comment